Kepadamu “Anak Cina”

Kupu-kupumu masih ada.

Cangkangmu tak bernoda.

Kamu masih ada.

Semangatmu jangan lupa dibawa.

Tolong! Jangan terlalu mengurai resah.

20, masihkah berbaik hati bersamanya hingga hijrah?

Semoga kamu hangat dengan do’a .

Sekarang tugas kita hanya merayu Tuhan.

– Yogyakarta, 22 Juli 2016-

 

Kelanjutan…

 

Kupu-kupumu masih ada.

Cangkangmu tak bernoda.

Kamu sudah ada.

Semangatmu kau tinggal.

Tolong! Jangan biarkan aku mengurai sedih dan gundah.

Aku takut tak kuat menahan rindu. Aku sendu.

Ternyata 20 rasakan sepi. Aral. Tak berbaik hati bersamanya hingga aku pulang berpindah.

Bersama 7 hentikan janji cendramata.

Tak apa, akan kulunasi pada sang belahan hati.

Kamu mendahului nyata, tunggu kami yang fana dalam maya.

Semoga kamu hangat dengan do’a.

Ku rasa, tugas kita tak akan pernah usai merayu Tuhan.

Entah apa aku akan siap merindu.

Kepadamu “Anak Cina”.

 

-Yogyakarta, 27 Juli 2016-

Jika dan Bila

Jika arah hembus angin bisa kau tebak.

Jika arah gelembung sabun bisa kau lacak.

Kau buat hidupmu jinak.

Tapi aku hanya ingat bumilah yang masih ku pijak.

Bila saja kuasa mengganti Juli menjadi hanya 7 hari.

Bila saja cinta bisa diprediksi.

Tak akan lahir pejuang dan apresiasi.

 

-Gunungkidul, 18 Juli 2016-

Tampung dan Sebar

Menulis adalah menampung. Tapi menyebarnya aku tak tahu, itu tergantung. Ada yang menjadikannya pupuk atau hanya menjadi huruf berlalu. Melihatnya hanya dengan mata bukan dengan hati, memahaminya hanya sampai kata bukan arti. Tapi tetaplah menulis dan menyebar. Diluar sana tak selalu sama. Hidup ini dinamis. Barangkali ada diantara ini yang dilihat dengan hati, dipahami hingga berarti. Menjadi pupuk tak hanya berupa huruf, dan tak akan hilang justru ditanam.

Yogyakarta, lupa tanggal berapa.