Binaragawati Keluarga

Temanku memposting tentangnya yang katanya sedang berjuang mengejar mimpinya sehingga dia hanya tidur 3 jam sehari.

Tapi seorang ibu, dalam hal ini ibuku, justru berbeda. Ibuku tidur 2 jam bukan untuk mengejar mimpinya, justru untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah. Nyuci piring, nyapu, ngepel, masak, ngangetin makanan, beres2 rumah, dsb.

Aku yang nakal ini justru suka kabur kalo rumah bocor dan menyebabkan dalam rumah banjir, suka kabur kalo sudah terlihat “wah sebentar lagi mamah marah. Kabuuur” hehe. Astagfirullah 😢. Tapi aku masih malas kalo harus mengerjakan pekerjaan rumah. Bagiku membosankan 😢🙃😬. Aku lebih memilih membantu bapak mengangkut bata untuk membangun rumah. Bagiku itu menyenangkan 😬😬😬. Tak salah kan? Hehe *pembenaran

Kembali ke topik awal, saat itu hari ke 4 setelah lebaran. Kakak-kakakku beserta suami dan anaknya baru datang ke rumah, dengan segala barang yang dibawa ditambah kehujanan yang menyebabkan semuanya basah! Jadi banyak cucian juga. Ibuku sayang anaknya. Memang setiap ibu sayang anaknya. Hari itu ibu mengeluarkan semua makanan, supaya anaknya yang baru datang bisa makan yang banyak, tapi hal ini menyebabkan banyak cucian piring. Belum lagi ponakan-ponakanku yang mainnya seru sekali! Lari lari dan ah begitulah anak kecil. Seketika rumah seperti kapal pecah yang pecah (sudah pecah, lalu pecah). Jam setengah 1 malam ibu masih nyuci piring, semua sudah tidur. Kecuali aku. Aku belum tidur bukan karena lagi bantu ibu, aku malah tiduran di sofa sambil main sosial media. Sungguh buang2 waktu sebetulnya. Tapi aku merasa aku juga lelah saat itu karena kesana kesini menyiapkan makanan untuk yang lain, padahal tidak seberapa, tidak seperti ibu. Kedatangan kakak2ku memang membuat aku dan ibu harus tidur di kamar yang jarang ditempati. Aku lebih memilih tidur di sofa biar ibu tidur leluasa. Tapi ibu tetaplah ibu. Nyaman tak nyaman, ibu menyelesaikan dulu semua pekerjaan rumah hingga jam 2 pagi. Aku? Ya sudah tidur 😢. Sebelum tidur ibuku berdoa supaya dibangunkan jam 4 pagi. Dan benar! Allah membangunkan jam 4 pagi. Padahal ibu juga bilang padaku untuk pasang alrm jam 4 pagi. “iya” kataku. Tapi….. Aku tak mendengarnya. Kebluk memang. Ibuku menyiapkan untuk shalat subuh. Setelah shalat, aku menggulung karpet, ibuku mengambil barang di dekatku sambil bilang “alhamdulillah dibangunin jam 4 pagi, padahal tidur jam 2. Tapi ga ngantuk!” sambil senyum. Ya ampun. Apalah aku yg tidur jam set1 karena main sosisal media lalu bangun jam 5 dan masih ngantuk. Inipun berencana untuk tidur lagi, padahal ibu sekarang lg nyuci piring. 😦
Ibu tidak berjuang untuk mimpinya layaknya temanku. Ibu berjuang untuk demi anaknya agar tidak melihat rumah berantakan. Sesederhana itu! Ya ampun dosa sekali aku 😦

Doakan. Semoga ibuku sehat selalu. Doakan semoga aku segera sadar. Doakan semoga aku tidak kualat. 😬

29 Juni 2017

Di rumah (Jatinangor) 

Setiap Hati Punya Kecenderungan

​Setiap hati pasti punya kecenderungan

Tapi tak selalu harus diungkapkan

Lalu diketahui setiap orang

Biar saja pendam, biar Tuhan yang akan datangkan

Tapi kata siapa tak perlu usaha?

Doa tanpa usaha sama saja menguji Tuhan.

Ini tak selalu tentang pasangan

Ini bisa saja pada pemangku jabatan

Tak usah terlalu berlebihan mendukung

Biasa saja, tak usah takut ditikung
Memangnya mau kemana?

Nanti kan kita sama2 dikubur
Dipost di Desa Sayang, sehari setelah lebaran.

Dibuat lupa dimana, tapi terpikir tentang ini berulang-ulang. Disempurnakan saat hendak dipost #apasihima 😬

Berbeda tapi Satu Tujuan

Setiap orang, punya pilihan yang berbeda-beda. Setiap pagi, tiap orang melakukan hal yang berbeda-beda. Ada yang olahraga, tidur lagi, buka instagram sampai kuota habis, mulai jualan, ngerjain tugas yang harusnya dikumpulin pagi itu juga, baca buku, dan lain sebagainya.

Jangan terlalu banyak bermimpi dan berencana! Maksudnya, coba tengok orang lain di pagi hari. Pejuang pasar dini hari, abang-abang reseller getuk yang cuma dapetin untung 200 perak per getuk, atlet yang mulai latihan dari subuh, dan banyak lagi. Mimpimu besar, usahamu juga harus besar. Jangan sampai satu tujuan, tapi usahamu berbeda. Namanya, tong kosong nyaring bunyinya.

Lelaki Seperti Ayah

Anak perempuan, ingin lelakinya seperti ayah

Seperti teduh

Hatinya tenang saat dekat

Jiwanya kuat saat lepas

Sudah itu saja

Tidak!, katamu.

Masih banyak.

Anak perempuan tak minta lelakinya sama seperti ayah

Anak perempuan minta lelakinya menyayangi ayah

Karena anak perempuan, kelak akan lebih taat pada lelakinya

Yang nanti akan menjadi ayah bagi anaknya

Cucu ayah.

Jatinangor, depan laptop. 26 Maret 2017.

Mengisi Lukisan

​Terimakasih sudah melukis

Pada kalian pencipta warna yang sulit dikikis

Begitu melekat, pada hati yang perlu isi

Terimakasih sudah mengisi

Bila aku pergi lebih dulu

Jangan lupakan aku

Ini ungkapan terimakasihku

Dulu, kini, dan nanti perbedaan tiada berarti

Karena kita akan kembali pada ketiadaan yang kita anggap ada

Jatinenjer, 27 Februari 2017 (2.10 am)

Tak Cukup Sejuta

Takkan cukup sejuta kantung untuk menampung sabarmu. 

Takkan selesai sejuta buku untuk mengisahkan baikmu. 

Takkan puas dahagaku bila hanya ada sejuta hari untuk memahami tulusmu. 

Tapi Tuhan tentu tahu hingga dalam,  apa yang ada dalam hatimu. Bukan aku.

Lihat, Tuhan nampak senang melindungimu!

Selamat padamu yang disenangi Tuhan 🙂

Jatinangor, 1 Februari 2017

​Bedanya Sekolah dan Tanpa Sekolah

Sebelumnya, yeay alhamdulillah akhirnya ima bisa log in disini lagi! Yaudah.

Tentang yang mau ima tulis sesuai dengan judul, ternyata ima senang juga waktu itu ima ga sekolah. Ima bisa belajar apapun yg ima mau tanpa ada batasan waktu, tanpa ada peraturan2 yang ima ga ngerti esensinya apa. Ima senang belajar tentang apa yang ada di luar kelas dan sekolah. Atau sebetulnya justru ima yang kurang bisa menemukan pelajaran lain dibalik bangku dan sekolah? Ah mungkin ima aja yang belum pandai besyukur. Tapi saat itu ima seperti liar tapi masih dalam hutan. Hehe. Tapi sayangnya di dunia yang nyata tapi fana ini seperti selalu harus serba terukur dan mempunyai alat ukur. Nilai harus memenuhi dulu baru bisa lulus. Harus sarjana dulu baru dapat pengakuan. Semoga pendapatku salah. Kalau pendapatmu gimana?

Semoga ini bukan termasuk keluhan 😂

An Amazing 3 Years

Kali ini saya ga akan so so puitis he.

Hey tjoy! Siapa yang tahun ini mulai kuliah? Hivi!

Saya ga nyangka loh saya bakal pending kuliah 3 tahun setelah lulus SMK. Saya juga ga nyangka 3 tahun itu adalah proses belajar yang menyenangkan, menyenangkan sekali! Saya menjadi “liar” di 3 tahun itu. Bisa dibilang 3 tahun itu yang terbaik sampai saat ini. Merasakan jatuh bangun yang kalau diputar ulang lewat layar tancap imajinasi otak itu seru abis. Saya bertemu orang-orang yang bermacam-macaaaam (a nya banyak). Juga bertemu dengan kondisi yang kalau dipikir-pikir “loh kok bisa ya saya ngalamin itu”.

Saya belajar banyak pada 3 tahun itu. Kalau flashback, begitu frustasinya saya waktu lulus SMK, begitu sedihnya tiba-tiba kehilangan teman yang pada sibuk bimbel untuk menghadapi SBMPTN sedangkan saya di rumah belajar sebisanya, tapi jadi gila sendiri (ya iya lah ga ada soal yang bisa dijawab, mau nanya nanya ke siapa ga ada temen di dunia nyata, tatap-tatapan aja sama buku. Macem nyuruh tu soal jatuh cinta sama saya heu. Saat itu, pilihannya kalo ga gila ya ngantuk. Ebuset ini kalimat dalem kurung panjang amat) dan harus kerja karena saya sebel harus kerja kantoran  gitu, bikin kaya orang yang udah kaya heu. Setelah kerja, udah ga belajar buat masuk Univ negeri tapi jadi gila di kantor karena kerjaanya bikin gila jasmani dan rohani (ah ini panjang kalau diceritain). Disini saya pikir saya harus punya temen lain yang pandangannya berbeda-beda, punya pola pikir yang beda, ga melulu pemikiran tentang “kantor dan bertahan hidup”. Jadi gabung lah sama salah satu komunitas di Bandung, dan Alhamdulillah isinya orang-orang yang kuliah semua (kecuali saya hahaha). Pertama kali gabung sama mereka, saya diem. Kenapa? Pertama karena terpukau. Kedua karena ga ngerti! HAHAHA gilak mereka ngomong apaan. Percaya ga percaya, saat itu saya sering searching melalui google untuk nyari arti kata yang mereka omongin! Wkwk. Lama-lama saya sedikit makin bisa membaur sama mereka lah Alhamdulillah. Saya ngerasa yang saya lakuin ini adalah lumayan pengganti kuliah yang belum bisa terwujud. Saya bertemu mahasiswa-mahasiswa dari berbagai jurusan dan univeristas, juga bertemu dengan pandangan, karakter, ide, dll yang berbeda-beda. Tapi kata siapa ga butuh perjuangan? Untuk kumpul sama mereka saya mesti menempuh perjalanan jauh, pulang malam, izin ke atasan di kantor (tapi ga diizinin malah diceramahin hahaha), dan dimarahi orangtua. Niat exploring bisa jadi ga selalu didukung oleh semesta. Ya ngga ya ngga? Tapi tetep aja saya jalanin karena saya rasa saya butuh obrolan bergizi. Tapi disisi lain saya salah juga sih, saya jadi punya sedikit waktu untuk di rumah, kemudian saya merenung lagi, menulis lagi. Dan…. iya juga sih. Saya akan ilustrasikan dibawah ini

ilustrasi

Kenapa kamu tidak memulai dari pijakan pertama? Hati-hati jika ingin langsung ambil pijakan kedua. Mungkin pada pandanganmu akan lebih cepat sampai, tapi resiko jatuh lebih besar. (Horee belajar lagi alhamdulillah)

Singkat cerita, (singkatin aja lah ya) abis itu merantau lah ke salah satu daerah istimewa di Indonesia, enak sih ga mikir duniawi disini tapi tetep aja namanya hidup ga akan lurus-lurus aja. Bener deh! Singkat cerita lagi, saya harus kuliah untuk kemajuan si “bayi” yang ada di provinsi istimewa itu. Mamah sekolah dulu ya nak! Hehe.

And Finallyyyy di tahun 2016 ini SAYA KULIAH! WOW! AMAZING! MASHA ALLAH! (ehe lebay) waktu masuk kuliah, ketemu temen2 baru lagiii ya walaupun dipanggil teteh melulu (rahasia umur sudah bocor he) tapi saya prihatin juga sama mayoritas mahasiswa baru yang justru senang ketika dosen behalangan hadir atau menghabiskan waktu dengan selfie.  Ayo bangkit wahai abege nanggung! Kita ini bagian dari dunia. Kita ini bagian dari semesta!

But surely se surely surelynya, saya jadi sadar 3 tahun ini adalah waktu menyelam yang menyenangkan dan padat makna. Terimakasih Tuhan.

Percayalah, belajar itu ga melulu di dalam ruangan, ga melulu satu arah, ga melulu menunggu guru (ceilah). Dimanapun kamu berada, disitulah tempat belajar. Tempat bukan masalah, yang membedakan adalah siapa yang hatinya dapat mendeteksi, merasakan, menyadari, dan mempelajari adanya sebuah pelajaran.

Jatinenjer, 7 September, 10.39 PM.

Jika dan (tak) Hanya Jika

Jika niat baikmu tak pernah dinilai baik, tak perlu marah lalu menuntut balas.

Jika waktumu tak pernah dihargai sama sekali, tak perlu menggerutu menghitung jasa diri.

Jika usahamu tak pernah dinilai manusia, tak usah kecewa lantas tak mau membantu lagi.

Jika keringatmu tak pernah disambut wajah seri, tak perlu meratapi diri. Memangnya rendah diri akan membuatmu tampak berarti?

Jika kehadiranmu tak diharapkan orang lain, tak perlu protes lalu mencaci. Memangnya cacianmu akan berfungsi?

Bukankah Tuhan Maha mengetahui isi lubuk hati? Tak cukupkah Tuhan seperti yang kau bilang, Maha Mengetahui?

Jadi, pertanyakan hati lagi. Atas alasan apa berbuat baik?

 

-Gunungkidul, 31 Mei 2016-

Aku Mawar

Biar aku tumbuh dengan duri. Tapi biarkan pula aku mekar lagi wangi.

Terserah kau melihatku duri berbunga atau bunga berduri. Aku tak peduli.

Harusnya kau sentuh aku dengan hati dan hati-hati. Barangkali kau ingat aku karena merah dan wangi.

-Gunungkidul, 18 Juli 2016-